Mahasiswa Motor Penggerak Konservasi Indonesia
Pada hari Sabtu 28 Mei 2015 mahasiswa S1 dan S2 Program Magister Sain Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan UGM berkumpul di Ruang Auditorium Fakultas Kedokteran Hewan UGM untuk mendiskusikan masa depan satwa liar Indonesia dan habitatnya. Peserta diskusi datang dari berbagai fakultas di UGM. Selain dari FKH UGM, hadir juga mahasiswa dari Fakultas Biologi, Kehutanan, dan Peternakan UGM. Beberapa peserta bahkan datang dari jauh seperti dari Universitas Airlangga dan Universitas Brawijaya. Artinya di tengah gaya hidup era hedonisme masa kini yang tengah melanda masyarakat Indonesia, ternyata masih ada segelintir mahasiswa yang peduli dengan nasib satwa liar dan habitatnya.
Diskusi yang bertajuk “Satwa Liar Indonesia : Konservasi Riset dan Kerja Sama” dibuka oleh Dr. drh. Wisnu Nurcahyo selaku Ketua Program Pascasarjana UGM mewakili Dekan FKH UGM. Seminar kali ini menghadirkan pembicara dari luar UGM yaitu Rosek Nursahid yang merupakan pendiri Profauna Indonesia, Gunawan dari Yayasan Konservasi Elang Indonesia, dan drh. Fransiska Sulistyo, MSc dari Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Bogor.
Dalam presentasinya tentang realita kondisi satwa liar dan habitatnya di Indonesia, realita perburuan dan perdagangan satwa, serta apa yang bisa dilakukan oleh mahasiswa serta pihak lain yang peduli, Rosek Nursahid dari ProFauna memaparkan “Laju deforestasi hutan di Indonesia yang sangat cepat, dengan gambaran bahwa dalam empat tahun (2009-2014) Indonesia telah kehilangan hutan seluas 7 kali luas Provinsi DKI Jakarta. Terkait dengan jaringan perdagangan satwa liar internasional, Rosek menceritakan pengalamannya mengungkap jaringan penyelundupan bayi orangutan melalui Bandara Soekarno-Hatta dengan meletakkannya di dalam kardus oleh-oleh yang tidak terdeteksi oleh pemeriksaan X-Ray. Lebih lanjut disampaikan, bahwa Profauna Indonesia sangat terbuka bagi para mahasiswa untuk mendukung program konservasi satwaliar. Pembicara lain, drh. Fransiska Sulistyo, MSc, menceritakan tentang kegiatan-kegiatan konservasi di Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS), mulai dari proses penyelamatan orangutan dari habitat yang rusak, penyitaan, rehabilitasi orangutan, dan pelepasliaran kembali ke habitatnya. Yayasan BOS membuka peluang terutama bagi dokter hewan untuk bergabung dalam usaha penyelamatan Orangutan di Kalimantan. Sementara itu, Gunawan dari Yayasan Konservasi Elang Indonesia menyampaikan kegiatan-kegiatan yayasan seperti habituasi sebelum dilepasliarkan dan fakta bahwa salah satu ancaman terbesar kelestarian elang datang dari para penghobi elang yang kebanyakan tidak tahu dan tidak teredukasi dengan benar.
Terkait dengan penghobi elang, Gunawan mensinyalir bahwa hampir semua elang yang dimiliki oleh penghobi merupakan hasil tangkapan dari alam, jika dalam satu kota/kabupaten terdapat 3 kelompok penghobi saja, bisa dibayangkan berapa elang yang ditangkap dari alam. Dalam kesempatan yang langka tersebut Dr. drh. Wisnu Nurcahyo memaparkan ide dan gagasan yang sudah sejak lama terkait konservasi satwaliar di kampus. Untuk mewujudkan kelestarian satwa liar Indonesia dan habitatnya, tidak bisa bekerja sendiri. Untuk itu perlu kerja sama dengan berbagai elemen terutama sinergi antara Kalangan Akademisi, Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat dan masyarakat luas pemerhati serta pecinta satwaliar. Diskusi rutin yang dilaksanakan dalam kerangka forum konservasi melalui Wildlife Conservation Forum (WCF), ini didirikan pada tahun 2002 oleh almarhum Prof. Djuwantoko, dari Fakultas Kehutanan UGM. Pesan penting dari almarhum adalah pentingnya menjaga kelestarian satwaliar di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan sharing informasi terkini dan memberikan solusi dari pihak-pihak yang hadir dalam diskusi. Wildlife Conservation Forum merupakan forum yang netral dan berfungsi menjadi jembatan bagi para pihak-pihak yang peduli terhadap kelestarian satwa dan habitat, yang selanjutnya menyatukan potensi dari masing-masing pihak guna mewujudkan langkah nyata melalui kerja sama yang konkret. Pesan dari diskusi kali ini adalah : “Hidupkan kembali ruh konservasi di hati kita!”.